Di matamu, aku menemukan lembaran tebal yang berisi peta kesedihan tersimpan
lembaran usang, layu dan lusuh
Sekali waktu, kau pernah mengijinkan aku masuk ke dalamnya
tapi kau bilang,
"Hati-hati, di dalamnya tak ada cahaya, kau bisa tersesat," katamu mengingatkan.
Ada keraguan di matamu, dan aku tahu kau khawatir jika terjadi sesuatu dengan diriku.
Menyusuri peta kesedihan di matamu adalah menapaki jalan berbatu,
terjal, tajam, menembus lorong gelap, kumuh dan pengap
Kau pasti tahu, sejak kapan aku sudah menginap di dalam sana.
Membangun tenda, membuat perapian, bertahan dari gigitan nyamuk,
bahkan, iblis yang tak senang dengan kehadiranku.
Sampai akhirnya, kutemui di laci meja hatimu, setumpuk catatan berkarat.
Ada luka yang begitu dalam dan bernanah.
Aku membaca huruf demi huruf yang berkarat itu dengan tersedu.
Ada yang terbaca jelas, dan banyak yang begitu samar.
Seandainya kau ijinkan, aku ingin menginap di hatimu lebih lama lagi.
Aku butuh waktu untuk menemukan tujuh sumur kehidupan
dan menggunakan airnya untuk membasuh huruf-huruf itu.
Jika waktunya masih panjang, aku juga ingin membangun taman di hatimu.
Jika kau ijinkan, aku juga ingin membangun masjid,
bersimpuh untuk sementara waktu,
agar semesta di hatimu berkumandang.
Tidak ada komentar: