Kasus pembunuhan Vina Cirebon atau Vina Dewi Arsita dan kekasihnya Muhammad Rizky Rudiana pada 2016 lalu sungguh mengejutkan banyak pihak.
Saka Tatal yang telah divonis sebagai pelaku pembunuhan kini muncul di hadapan publik setelah bebas dari penjara selama 3 tahun, 8 bulan. Sekadar untuk diketahui, Saka Tatal dinyatakan bebas pada tahun 2020 lalu. Namun, ia masih harus menjalani wajib lapor selama 4 tahun lamanya, sehingga dirinya baru dinyatakan bebas murni pada Selasa (23/7/2024).
Kemunculan Saka Tatal tentunya bukan sekadar untuk memperbaiki nama baik, tapi juga ingin membuktikan jika dirinya tak bersalah. Bahkan, kabar terakhir, Saka Tatal berani melakukan sumpah pocong.
Sampai di sini, sebagai orang awam tentunya bertanya-tanya. Ada apa ini? Setelah drama kasus Ferdy Sambo, drama semacam apa lagi yang sedang dimainkan oleh hukum di Indonesia? Apakah hukum di Indonesia bisa dibuat 'main-main'?
Pertanyaan pun terus menggelinding mengisi rongga kepala. Ada apa dengan hukum di negara ini? Bagaimana mungkin seseorang yang tidak bersalah justru harus dihukum untuk kesalahan yang tidak dilakukannya? Sialnya, Saka Tatal dinyatakan bersalah melalui lembaga hukum negara!
Benarkah Saka Tatal bukan pelaku pembunuhan Vina dan pacarnya? Benarkah Saka Tatal hanya dikorbankan oleh oknum aparat hukum?
Begitu rumitkah mencari keadilan di negara Indonesia ini? Apakah lembaga hukum di Indonesia sudah tidak lagi bisa diandalkan sehingga Saka Tatal harus menempuh jalur hukum adat dengan menjalani sumpah pocong!
Sungguh, menurut saya, ini benar-benar fatal!
Sebagai masyarakat awam, polemik Saka Tatal adalah preseden buruk bagi hukum di Indonesia. Terlepas benar atau salah yang telah didakwakan, saat tulisan ini dibuat, saya masih menunggu hasil sidang Peninjauan Kembali (PK) yang dijalani Saka Tatal.
Jika dalam sidang PK Saka Tatal dinyatakan memang tidak bersalah, sanggupkah aparat hukum menyeret pelaku sebenarnya? Termasuk para oknum aparat yang telah "memainkan" hukum? Semoga saja!
Tidak ada komentar: